My Coldest CEO

43| Suddenly Jealous



43| Suddenly Jealous

0Paris, 12 PM     

Semua barang-barang sudah tersusun rapih, dari pakaian sampai peralatan kecil seperti sikat gigi dan yang lainnya sudah berada di tempat. Kini, waktunya untuk mengistirahatkan tubuh di atas kasur king size yang berada di dalam hotel. Iya, ia satu kamar dengan Leo, sedangkan para bodyguard dan maid memiliki kamar mereka masing-masing. Untuk komunikasi juga bisa pakai telepon karena kamar mereka berderet, tidak pisah kamar supaya kalau darurat bisa segera dihubungi.     

Memijat pelipisnya, rasa-rasanya kepala Felia terasa ingin pecah. Waktunya ke menara Eiffel malah di pergunakan untuk merapihkan barang-barang karena tidak ada kegiatan lain, ah langsung saja, Leo pergi. Entah kenapa suasana laki-laki tersebut tidak baik-baik saja dan membuat dia meninggalkan Felia begitu saja.     

"Memangnya aku salah ya?"     

"Ish kalau salah, aku salah apa sih?"     

Banyak sekali pertanyaan yang berada di benaknya, entah kenapa Leo seperti tidak mood berada di dekat dirinya. Sampai-sampai hampir setiap detik ia memikirkan segala tindakannya sebelum laki-laki itu marah.     

"Masa gara-gara aku tidur di bahunya langsung marah sih dia? menyebalkan, katanya gak masalah."     

Karena sudah frustasi dengan alasan merajuk Leo, tubuh mungilnya yang sudah berada di atas kasur pun langsung saja bergerak untuk ke kepala kasur. Menyandarkan tubuhnya di sana, padahal perjalanan dari London ke Paris hanya memakan waktu 1 jam 10 menit saja tapi tak ayal tubuhnya terasa pegal-pegal.     

Menghembuskan napas, baru saja ia ingin meraih remote TV untuk mengisi waktu kosongnya dengan acara di benda pipih lebar itu. Tangan kanannya berhenti saat melihat ponsel milik Leo yang berada di atas nakas sampingnya. Layarnya menyala, dan sepertinya satu notifikasi masuk.     

Tidak ingin lancang, ia awalnya ingin membiarkan. Namun, kinerja otaknya berbicara kalau dirinya harus putar haluan dan berpikir lain arah seperti 'bagaimana kalau itu notifikasi penting?'     

Urusan Leo yang akan marah dan memaki dirinya, itu bisa di atasi nanti. Ia langsung saja meraih benda pipih yang si empunya entah berada di mana, tiba-tiba saja menghilang tanpa kabar.     

Melihat notifikasi itu, ternyata bukan hal yang penting melainkan Azrell yang menanyakan keselamatan Leo di Paris.     

"Kalau belum lepas dari mantan tuh begini ya? seberapa jauh mantan pergi, pasti tetap di tanyai."     

Tidak, ia tidak marah bahkan tidak cemburu. Mungkin saja bagi Azrell, Leo adalah sosok laki-laki terbaik sehingga tidak rela saat hubungannya kandas. Jadi, ini adalah sebuah hal yang menjerumus ke arah kewajaran.     

Azrell     

Hai, bagaimana pendaratan kamu di Paris?     

Hanya pesan seperti itu, kenapa hatinya sedikit merasa tidak suka? bersama dengan Leo tentu saja membuat banyak masalah datang ke dalam hidupnya, entah ini akan menjadi happy atau sad ending. Ya, tidak ada ada yang tahu.     

Niatnya ingin mematikan ponsel yang berada di tangannya ini, tapi jemarinya tidak sengaja menekan notifikasi tersebut membuat tampilan layar ponselnya berubah menjadi masuk ke dalam ruang pesan.     

Ia tidak ingin membaca pesan sebelumnya, tapi tersuguh langsung kalimat kiriman pesan yang diluncurkan Azrell untuk Leo.     

"Ha-hamil?"     

Napas Felia tercekat, entah kenapa rongga dadanya terasa seperti dihujam ribuan jarum. Mengetahui jika mantan dari seorang laki-laki yang sedang dekat dengan dirinya ternyata menanamkan benih pada wanita masa lalu itu?     

"Bukan kah seharusnya ini bukan urusanku? bukan kah seharusnya aku gak peduli?"     

Setiap ia mengurungkan niat untuk melihat pesan sebelum-sebelumnya, saat itu juga ia semakin menggulung layar untuk melihat pesan sebelumnya yang dikirimkan Azrell.     

Membacanya dengan napas yang hampir tercekat, kedua bola mata Felia kini terasa panas. Apa... dirinya cemburu?     

Lagi dan lagi, kenyataan telah menampar Felia dengan keras. Ia seharusnya tahu kalau berhubungan dengan laki-laki yang belum di relakan mantannya, pasti akan berujung sesak.     

Dan ya, kini ia merasakan semua itu.     

"Kenapa tega banget Leo ninggalin Azrell seperti ini di saat dia tengah mengandung? apa ini alasan Leo marah dan berakhir tidak peduli kepada ku?"     

Menarik napasnya panjang, ia keluar dari aplikasi bertukar pesan dan langsung mematikan ponsel tersebut untuk ditaruh kembali ke atas nakas. Bahunya seakan-akan merosot, bahkan kini pikirannya sudah menjelajah ke segala sudut di ruang kepalanya.     

Sedangkan di seberang sana...     

Leo sedang menatap hamparan langit dengan tatapannya yang datar, seolah-olah sedang memberitahukan pada angkasa kalau dirinya tengah di landa kebingungan.     

"Tuan maaf, sudah sejak tadi anda di sini, apa ingin makan siang bersama dengan Nona Felia?"     

Suara bariton dengan pemilik si bodyguard yang sejak tadi berpijak tidak jauh dari tempat duduk Leo yang sedang bersantai tepi kolam renang hotel, berjaga-jaga supaya tidak ada fans fanatik yang menerobos ketenangan sang Tuan.     

Leo mengalihkan pandangannya, sudah memutuskan komunikasi batin antara dirinya dengan angkasa. Melihat sang bodyguard yang memiliki tubuh ber-body sangat membentuk dan berotot sesuai dengan standar pekerjaannya. "Memangnya sudah jam berapa?" tanyanya yang malas melirik ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangannya.     

Sang body mobil dengan akurat langsung melihat jam tangan, "Sudah jam dua belas siang sejak satu jam yang lalu Tuan meninggalkan Nona Felia sendirian di kamarnya."     

"Kalau begitu, siapkan mobil saja. Nanti saya yang akan berkendara, kamu boleh istirahat setelah itu."     

Leo beranjak dari duduknya, menatap bodyguard kepercayaan yang selalu ia bawa jika mengambil liburan di luar negeri atau ingin pergi ke acara besar seperti bertemu dengan para kolega. Bukan ia enggan di sapa banyak orang atau tidak memerlukan sapaan para penggemar, tapi ada saat-saat tertentu jika dirinya perlu waktu tanpa mereka, iya kan?     

"Tapi Tuan, apa tidak masalah kalau saya tidak ikut? keamanan Tuan adalah tanggung jawab saya, nanti--"     

"Tidak perlu, saya hanya ingin waktu berdua dengan Felia. Segera siapkan mobil," ucapnya sambil merogoh saku celana lalu mengambil sebuah kunci mobil ke hadapan bodyguard tersebut. Setelah sudah di ambil dan menurutnya tidak ada hal yang perlu di bicarakan, Leo segera melangkahkan kaki untuk menjauh dari laki-laki tersebut, masuk kembali ke hotel.     

Banyak sapaan dan juga pekikan histeris dari para wanita yang melihat dirinya, ada juga yang memotret diam-diam dan pasti langsung saja di posting pada sosial media. Ia hanya membalas semua itu dengan senyuman tipis. Walaupun suasana hatinya buruk, ia tidak boleh bersikap dingin pada banyak orang.     

Ia segera masuk ke dalam lift bersama dengan orang-orang yang mempunyai tujuan serupa dengan dirinya, ia sama sekali tidak bergeser menjauh saat ada seorang wanita yang sengaja menempelkan lengan ke tubuhnya. Ya selagi bukan sentuhan sensitif, ia tidak masalah.     

Saat ini yang ada dipikirannya hanya satu, kehamilan Azrell. Apa lagi yang di rencanakan wanita itu untuk masalah ini? Ia tidak mau kalau Vrans sampai tau mengenai semua ini. Pasti putranya yang sangat dingin itu menghujam dirinya, bukan dengan deretan pertanyaan tapi dengan tatapan matanya yang mengintimidasi sehingga ia mau tak mau harus jujur.     

Ting     

Tepat pada lantai yang di maksud, ia langsung saja melangkahkan kaki keluar lift meninggalkan wanita yang hanya dapat memekik tertahan karena bisa menempel dengan tubuhnya yang memang memiliki wangi maskulin, sangat memabukkan.     

Ia langsung saja berjalan ke arah pintu yang nomornya sudah di hapal, menggesek kartu nama hotel untuk masuk ke dalam sana.     

"Fe?" panggilnya dengan suara bariton yang langsung saja menggema ke setiap sudut ruangan. Ia melepas sandal santai yang dikenakan, lalu berjalan ke arah kasur tempat di mana wanita yang ia maksud terdapat di atas sana sambil meringkuk.     

"Fe?" panggilnya sekali lagi.     

Ia melihat kedua bahu Felia yang bergetar kecil, ia berpikir kalau wanita tersebut menangis. Tapi, apa yang membuat dia menangis? apa ada suatu hal yang ia lewatkan, atau apa?     

"Panggilan ketiga kamu gak nengok, saya akan mencumbu mu pada saat ini juga." ucapnya lagi, saat ini meluncurkan kalimat berupa ancaman. Ia adalah sosok yang tidak ingin cuek kepada orang lain, dan ia tidak suka kalau sang lawan bicara melakukan hal berkebalikan dengan dirinya.     

Menghembuskan napasnya karena Felia masih tidak ingin membalikkan tubuhnya, ia menarik senyuman miring. "Satu, dua, ti--"     

"Siapa yang dia bilang jalang, bukan kah sebutan itu seharusnya lebih cocok untuk dia, Tuan?" Felia membalikkan tubuhnya sambil berkata demikian dengan nada suara yang bergetar. Kedua bola matanya memerah dan juga sembab, entah apa sudah lama wanita tersebut menangis seperti ini.     

Leo mengerjapkan kedua bola matanya, ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Felia. "Maksud kamu apa?" tanyanya sambil mendekati wanita tersebut, duduk di tepi kasur.     

"Katakan pada ku kalau Azrell memang mengandung anak mu, iya kan? oh gosh, bagaimana laki-laki brengsek bisa bersatu dengan jalang yang sesungguhnya?!"     

Felia memaki Leo tepat di depan laki-laki tersebut, dadanya naik turun dan ia pun tidak tahu kenapa ia semarah ini. Apa karena beberapa hari yang telah ia berikan untuk Leo dan sudah jatuh pada pesona laki-laki itu adalah sebuah kesalahan dan omong kosong belaka tanpa adanya keseriusan?     

"KENAPA KALAU KAMU SUDAH MENCICIPI TUBUH AZRELL, KAMU PINDAH KE AKU, KENAPA?!"     

Leo hanya diam, ia tidak tahu kenapa Felia bisa tahu akan hal ini. Mencoba tetap tenang, kini giliran dirinya untuk menenangkan wanita yang kini sudah mengubah posisi tidurnya menjadi duduk dan bersandar di kepala kasur.     

"Saya belum menyentuh Azrell, yeah saya rasa begitu. Dan saya juga tidak tahu siapa yang menghamilinya, dia suka bertukar cumbuan dengan banyak laki-laki. Jadi, tenang dan jangan menuduh saya yang tidak-tidak." ucapnya yang memberikan penjelasan.     

Ia sama sekali tidak berniat untuk mempermainkan hati Felia. Ya memangnya ada yang bisa menebak kondisi seperti ini akan terjadi, tidak kan?     

"Apa pembuktiannya, Tuan?"     

"Dan apa pembuktiannya kalau anak yang di kandung Azrell adalah hasil dari penyatuan kami?"     

Melihat Felia yang bergeming, Leo menghembuskan napasnya merasa lelah. Lalu merangkak ke atas kasur untuk mendekati wanita itu yang tengah sesegukkan. Ia duduk tepat di hadapan Felia, lalu meraih dagu wanitanya.     

Setahu Leo, jika wanita menangis yang diperlukan hanya sebuah pelukan supaya kembali merasakan ketenangan. "Mau peluk?" tanyanya, terlihat sebuah senyuman manis.     

Tanpa mendengar jawaban Felia, ia langsung saja mencondongkan tubuhnya untuk menekuk wanita itu dengan tangan yang bergerak naik turun pada punggung supaya ketenangan itu tersalurkan.     

"Kamu tenang, jangan bersikap seolah-olah cemburu dengan wanita lain. Saya jadi merasa bersalah kalau kamu menangis hanya karena kesalahpahaman, saya selalu mencoba menjauhi masa lalu untuk kamu."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.